Anak angkat merupakan anak yang bukan keturunan dari suami-isteri yang diberikan kasih sayang dan diperlakukan seperti anak kandungnya sehingga antara anak yang diangkat dan orang yang mengangkat anak tersebut timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti orang tua dengan anak kandungnya sendiri. Adanya pengangkatan anak membuat hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya tidak terputus sebagaimana diatur dalam UU No.23 Tahun 2002 Jo. Pasal 4 PP No. 54 Tahun 2007.
Definisi pengangkatan anak terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang menyatakan bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua wali yang sah atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga anak angkat. Pengangkatan anak di Indonesia diatur dalam SEMA No. 6 Tahun 1983, yang menyatakan bahwa setiap anak yang diangkat haruslah melalui jalur penetapan pengadilan. Selanjutnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 mengenal adanya suatu kelembagaan pengangkatan anak yang diikuti dengan aturan regulasi berupa PP No. 54 Tahun 2007.
Pengangkatan anak tidak jarang terjadi dan menjadi permasalahan yang patut diperhatikan terutama permasalahan dalam pembagian harta warisan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak dijelaskan mengenai kedudukan anak angkat dalam mendapatkan harta warisan.
KUH Perdata dalam sistem pewarisan pada dasarnya menganut sistem parental atau bilateral terbatas, yakni setiap anggota keluarga menghubungkan dirinya pada keturunan ayah dan ibunya. Sistem pewarisan dalam hukum perdata dibagi menjadi dua, yakni sistem pewarisan ab intestato dan sistem pewarisan berdasarkan surat wasiat (testament). Sistem pewarisan ab intestato merupakan sistem pewarisan yang didasarkan hubungan darah antara pewaris dan ahli waris sebagaimana yang diatur dalam Pasal 832 KUH Perdata, sedangkan sistem pewarisan berdasarkan surat wasiat (testament) adalah sistem pewarisan yang didasarkan pada ketetapan suatu testament atau surat wasiat sebagaimana yang diatur Pasal 874 KUH Perdata.
Kedudukan anak angkat terhadap pembagian waris tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Namun, berdasarkan Pasal 913 KUH Perdata menyatakan bahwa para ahli waris yang dijamin dengan bagian mutlak atau Legitieme Portie adalah para ahli waris dalam garis lurus ke atas maupun bawah sehingga anak angkat dapat mendapatkan harta peninggalan dari orang tua angkatnya melalui hibah wasiat. Namun, hibah wasiat tersebut tidak boleh melebihi bagian mutlak atau legitieme portie ahli waris lainnya. Akan tetapi, apabila merujuk pada ketentuan Pasal 14 Staatsblad 1917 No. 129 menyatakan bahwa pengangkatan anak mengakibatkan putusnya hubungan antara anak angkat dengan orang tua kandungnya dikarenakan karena adanya pengangkatan anak menimbulkan hubungan keluarga antara si anak dengan orang tua angkatnya seperti anak kandung sendiri sehingga hal tersebut menimbulkan hubungan hukum mengenai hak mewaris orang tua angkat terhadap anak angkatnya sesuai dengan legitieme portie. Dengan demikian, hak mewaris anak angkat yang telah diangkat secara sah menurut hukum terhadap harta waris orang tua kandungnya harus ditinjau menurut Staatsblad 1917 No. 129 dan UU No. 23 Tahun 2002