Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sudah bekerja. Kelemahan terbesar dari UU Nomor 39 Tahun 2004 adalah belum menciptakan sistem penempatan buruh migran Indonesia yang berpihak pada kepentingan TKI. Rekrutmen, penampungan, pelatihan, dokumentasi, penempatan, perlindungan sejak pra penempatan, pada masa penempatan, dan pada pascapenempatan dibebankan kepada perusahaan penempatan TKI yang berorientasi bisnis.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNPPTKI)
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNPPTKI) adalah lembaga pemerintah nondepartemen yang bertanggungjawab kepada presiden yang berkedudukan di ibu kota negara. Fungsi dari BNPPTKI adalah untuk melaksanakan kebijakan penempatan dan perlindungan TKI di Luar Negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi.
Tugas-tugas BNPPTKI adalah:
- Melakukan penempatan TKI atas dasar perjanjian tertulis antara Pemerintah RI dan pemerintah negara pengguna atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan; dan
- Memberikan pelayanan, mengko-ordinasi dan melakukan pengawasan terhadap dokumen, Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), penyelesaian masalah, sumber-sumber pembiayaan, pemberangkatan hingga pemu- langan, peningkatan kualitas TKI, informasi, peningkatan kualitas pelaksana penempatan TKI; dan peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Untuk kelancaran pelaksanaan pe nempatan TKI, BNPPTKI diharapkan dapat membentuk Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI di ibukota provinsi dan atau tempat pemberangkatan TKI yang dianggap perlu. Balai tersebut dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada kepala badan.
Perusahaan yang akan menjadi Pelaksana Penempatan TKI (PPTKIS) Swasta
Perusahaan yang akan menja Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) harus mendapat izin tert lis berupa Surat Izin PPTKI (SIPPE KI) dari Menteri. Syarat-syarat untuk mendapatkan SIPPTKI adalah:
- Perusahaan berbadan hukus Perseroan Terbatas (PT);
- Memiliki modal disetor Rp
- Membuka deposito sebesar Rp. 500.000.000 di bank pemerintah sebagai jaminan;
- Memiliki rencana kerja penempa tan dan perlindungan TKI di luar negeri minimal 3 tahun berjalan
- Memiliki unit pelatihan kerja;
- Memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI:
- Surat Izin PPTKI diberikan untuk jangka waktu 5 tahun sekali dan dapat diperpanjang dengan persetujuan menteri. Perusahaan PPTKIS dilarang mengalihkan SIPPTKI kepada pihak lain;
- Kewajiban pembukaan deposito bertujuan untuk menyediakan dana bagi perlindungan TKI apabila PPTKIS tidak memenuhi ke wajibannya sesuai dengan yang ditentukan dalam perjanjian pe nempatan. PPTKIS wajib menam bah biaya keperluan penyelesaian perselisihan atau sengketa calon TKI/TKI apabila dana deposito tersebut tidak mencukupi.
Pelaksana Penempatan TKI swasta yang melakukan perekrutan wajib memiliki Surat Izin Pengerahan (SIP) dari Menteri. untuk mendapatkan SIP, PPTKIS terlebih dahulu harus memiliki: Surat Perjanjian Kerja sama Penempatan; Surat permintaan TKI dari pengguna; Rancangan Perjanjian Penempatan; dan Rancangan Perjanjian Kerja yang sudah disetujui perwakilan Indonesia di negara bersangkutan.
Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN)
Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) adalah kartu identitas bagi TKI yang memenuhi persyaratan dan prosedur untuk bekerja di luar ne geri Maka, KTKLN ini menjadi kartu identitas bagi TKI selama masa penempatan dan KTKLN diberikan kepada TKI yang telah memenuhi kelengkapan dokumen, mengikuti Perbekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), dan telah ikut dalam program asuransi
Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia
Perlindungan ini menjadi bagian dari program kerja dari dan menjadi tanggung jawab Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Perlindungan ditujukan pada WNI dan Badan Hukum Indonesia yang mengalami masalah dan membutuhkan perlindungan dan pembelaan hukum di negara tempat yang bersangkutan menetap. Perlindungan terhadap TKI pada prinsipnya dilakukan melalui upaya pendekatan secara politis, pemberian bantuan kemanusian dan bantuan hukum.
Perlindungan dengan Pendekatan Politis
Perlindungan terhadap TKI di luar negeri yang mengupayakan pendekatan secara politik dengan cara melakukan dan membuat perjanjian kerjasama antar pemerintah atau Government to Government (G to G) dari negara penerima TKI, melakukan kerjasama G to G dengan sesama negara pengirim tenaga kerja, kerja sama Government to Non Goverment (G to NGO/Pemerintah dengan Organisasi Non pemerintah), kerjasama G to International Organization (Pemerintah dengan Organisasi Internasional), kerja sama dengan organisasi keagamaan, dan kerjasama G to private (Pemerintah dengan swasta) atau private to private (swasta dengan swasta). Kerjasama G to G dari negara penerima diupayakan dibuat dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU), Arrangements atau perjanjian bilateral.
Tanpa dasar ini maka hubungan G to G dari negara penerima mengacu (terbatas) pada Konvensi Wina 1963, yang mengharuskan setiap perwakilan negara asing untuk tetap menghormati kedaulatan dan otoritas negara tuan rumah. Hal ini tentunya dapat menghambat pelaksanaan perlindungan yang dilakukan oleh Pemerintah RI di negara penerima TKI yang bersangkutan.
Pemerintah RI telah membuat Memorandum of Understanding (MoU) dengan beberapa negara penerima TKI, seperti:
- MoU antara RI dengan Kerajaan Yordania tentang Penempatan TKI (2 Mei 2001);
- MoU antara Ri dengan Korea Selatan tentang Pengiriman TKI Sektor Formal (Agustus 2004); dan
- MoU antara RI dengan Malaysia tentang Pengiriman TKI Sektor Formal (Agustus 2004).
Pemberian Bantuan Kemanusiaan
Perlindungan ini lebih banyak diberikan kepada TKI yang sedang menjalani proses hukum di negara tempat ia bekerja, dikarenakan adanya tuduhan telah melakukan tindak pidana. Perlindungan ini dilakukan dengan melakukan kunjungan secara periodik dan pemantauan serta memberikan dukungan moril kepada TKI yang mengalami masalah. Bantuan lainnya adalah pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari selama menjalani proses hukum (peradilan), menyediakan rohaniawan dan memberikan pelayanan kesehatan/psikososial, serta membantu pemulangan TKI ke Tanah Air.
Pemberian Bantuan Hukum
Bantuan hukum yang diberikan kepa da TKI bermasalah antara lain dilakukan dengan cara:
- Pendampingan;
- Konsultasi mengenai hukum yang berlaku di negara setempat;
- Bertindak sebagai mediator da lam menyelesaikan perselisihan perburuhan antara TKI dan pemberi kerja;
- Menyediakan pengacara baik yang bersifat pro bono maupun fee-paying.