Berbagai modus penipuan melalui media online semakin marak bermunculan dan pelaku semakin rapi dalam memuluskan aksinya dalam tindak penipuan, hal ini di terlihat dari banyaknya website-website jual beli palsu yang dibuat secara sedemikian rupa dan menawarkan berbagai produk dengan harga dibawah harga normal, dengan maksud menarik minat korban untuk membeli, serta ada juga penipuan dengan cara mengorbankan rekening orang lain menjadi tempat hasil tindak pidana penipuan yang bermoduskan pelaku telah mentransfer ke rekening penjual tersebut lebih dari harga yang di sepakati dengan berbagai macam alasan dan meminta kelebihannya di kembalikan ke rekeningnya, namun kenyataannya uang tersebut adalah hasil penipuan pelaku terhadap korban di tempat lain yang mana pelaku berpura-pura menjual suatu barang tertentu, dan memberi nomor rekening korban sebelumnya.

Permasalahan hukum yang sering kali di hadapi pada tindak pidana penipuan online adalah ketika terkait penyampaian informasi, komunikasi, dan atau transaksi elektronik, yakni pada hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penipuan Secara Online

Kejahatan tindak pidana yang ada ataupun terjadi diIndonesia terutama kejahatan penipuan online di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana walaupun kejahatan penipuan online sendiri belum ada pasal yang mengatur secara spesifik, Undang-Undang ITE pun sering digunakan sebagai jalur alternatif. Selain itu juga, UU ITE memiliki hubungan dengan pasal yang terdapat di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang membuat proses penyelesian perkara menjadi lebih mudah. Penipuan online dapat dihukum seperti penipuan biasa, yang dapat mencakup penjara dan denda.

Pasal 378 KUHP mengatur bahwa siapa pun yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara ilegal, menggunakan identitas atau gelar palsu, serta melakukan tipu muslihat atau kebohongan untuk mendorong orang lain menyerahkan barang atau memberikan utang, dapat dikenakan sanksi penjara hingga empat tahun karena penipuan.

Dalam konteks ini, penipuan tidak melibatkan paksaan, melainkan mengandalkan tipu daya yang membuat korban bertindak tanpa kesadaran penuh.

Pasal 28 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi bohong dan menyesatkan, yang menyebabkan kerugian bagi konsumen dalam transaksi elektronik, dapat dikenakan sanksi.

Ancaman pidana untuk pelanggaran pada Pasal 28 ayat (1) UU ITE diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU ITE yang menyebutkan bahwa pelaku dapat dipenjara selama maksimum enam tahun dan/atau dikenakan denda hingga Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Namun, untuk menentukan apakah seseorang melanggar pasal Pasal 28 ayat (1) UU ITE, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

  1. Penyebaran berita bohong hanya dianggap sebagai tindak pidana dalam konteks transaksi elektronik, seperti perdagangan online.
  2. Berita palsu dapat disebarkan melalui aplikasi pesan, media sosial, dan situs web.
  3. Perjanjian antara penjual dan pembeli merupakan bagian dari transaksi elektronik tersebut.
  4. Pasal 28 ayat (1) tidak berlaku bagi pihak yang mengalami wanprestasi atau force majeure.
  5. Kerugian yang dialami konsumen akibat informasi palsu harus diukur secara material untuk menentukan nilai kerugiannya.

Beradasarkan pasal-pasal tersebut pelaku tindak pidana dapat dijerat hukum dengan memenuhi syarat untuk mempertanggungjawabkan pelaku tindak pidana penipuan online, sehingga terpenuhinya semua unsur tindak pidana tersebut, serta dapat dibuktikan bahwa tindakan itu dilakukan dengan sengaja dan dalam keadaan sadar akan konsekuensi hukumnya menurut Undang-Undang.