Tenaga kerja adalah modal utama dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuan utama dari pembangunan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk tenaga kerja itu sendiri. Sebagai pelaksana pembangunan, tenaga kerja harus mendapatkan perlindungan terhadap hak-haknya, kewajiban yang jelas, serta pengembangan potensi mereka. Di Indonesia, setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan orang harus memberikan perhatian serius terhadap perlindungan tenaga kerja, yang mencakup pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan melalui jaminan sosial yang bersifat umum dan dasar.

Ketenagakerjaan atau Perburuhan diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang diterbitkan dalam Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39 pada tanggal 25 Maret 2003, dan mulai berlaku pada tanggal tersebut.

Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan individu. Hubungan kerja ini mencakup hak dan kewajiban dari kedua belah pihak, yang saling terkait satu sama lain. Hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian harus dilaksanakan dengan baik, dan pelanggaran oleh salah satu pihak tidak diperbolehkan.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja yang harus dituangkan dalam bentuk:

  1. Perjanjian Kerja;
  2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWT);
  3. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWTT);
  4. Peraturan Perusahaan;
  5. Perjanjian Kerja Bersama; dan
  6. Perjanjian Pemborongan

Lingkup perlindungan bagi pekerja atau buruh menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 secara umum mencakup:

  1. Perlindungan terkait upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja;
  2. Perlindungan untuk keselamatan dan kesehatan kerja;
  3. Perlindungan hukum untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh;
  4. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja atau buruh untuk melakukan perundingan dengan pengusaha.

Untuk melindungi karyawan yang ditempatkan di perusahaan, ada beberapa persyaratan yang ditetapkan untuk meminimalkan dampak negatif. Persyaratan ini harus dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa pekerja dan perusahaan pemberi kerja, agar hak-hak pekerja tetap terjaga dan terhindar dari eksploitasi berlebihan. Persyaratan yang wajib dipenuhi meliputi:

  1. Perusahaan penyedia jasa pekerja harus berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang berwenang.
  2. Pekerja yang ditempatkan tidak boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan inti yang berkaitan langsung dengan proses produksi.
  3. Harus ada hubungan kerja yang jelas antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa pekerja, sehingga pekerja mendapatkan perlindungan yang optimal sesuai dengan standar minimum ketenagakerjaan.
  4. Hubungan kerja harus dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mencakup seluruh hak dan kewajiban kedua belah pihak sesuai dengan ketentuan peraturan ketenagakerjaan.

Secara rinci, hak-hak lain yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat dalam pasal-pasal berikut:

  1. Pasal 11: Mengatur hak untuk memperoleh dan mengembangkan kompetensi.
  2. Pasal 12 ayat (3): Mengatur hak untuk mengikuti pelatihan.
  3. Pasal 31 jo. Pasal 88: Menyatakan hak untuk memilih jenis pekerjaan dan memperoleh penghasilan, baik di dalam maupun di luar negeri.
  4. Pasal 86 ayat (1): Menyatakan hak atas kesehatan dan keselamatan kerja.
  5. Pasal 99 ayat (1): Mengatur hak pekerja dan keluarganya untuk mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek).
  6. Pasal 104 ayat (1): Mengatur hak bagi pekerja untuk terlibat, membentuk, atau menjadi anggota serikat pekerja atau buruh.

Secara umum, bentuk perlindungan yang berkaitan dengan hal tersebut meliputi penerbitan berbagai peraturan yang mengatur upah, jam kerja, cuti/libur, kesehatan dan keselamatan kerja, organisasi pekerja atau buruh, dan lainnya. Selain itu, perlindungan juga diwujudkan melalui program-program jaminan sosial di bidang ketenagakerjaan, yang mencakup jaminan sosial dan kesehatan (PT Jamsostek/BPJS).

Perlindungan ini baru dapat terwujud jika peraturan perundang-undangan yang mengatur ketenagakerjaan dilaksanakan dengan baik oleh semua pihak, karena keberlakuan hukum tidak hanya diukur secara yuridis, tetapi juga secara sosiologis dan filosofis. Oleh karena itu, hukum ketenagakerjaan dirumuskan dengan harapan untuk mencapai beberapa tujuan, antara lain :

  • Mencapai keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan;
  • Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dari pengusaha;
  • Memberdayakan tenaga kerja secara maksimal dengan tetap memperhatikan aspek kemanusiaan;
  • Menyediakan kesempatan yang setara bagi pencari kerja dan penyedia pekerjaan sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi tenaga kerja;
  • Melindungi tenaga kerja untuk mencapai kesejahteraan;
  • Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya demi mencapai taraf hidup yang lebih baik.

Dengan tercapainya tujuan-tujuan tersebut, prinsip ketenagakerjaan yang adil, tidak diskriminatif, dan berperikemanusiaan dapat terwujud, sehingga pembangunan ketenagakerjaan dapat berjalan dengan baik.