Permen No. 11 Tahun 2106 membagi ruang lingkup penyelesaian menjadi 2 bagian, yaitu:

  1. Penyelesaian sengketa dan konflik;
  2. Penyelesaian/penanganan perkara pertanahan.

Siapakah pihak yang bisa mengajukan laporan sengketa atau konflik pertanahan?

  1. Laporan merupakan inisiatif Kementerian:
  • Kementerian, melalui Kepala Kantor (Kakantah), Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN), atau Direktorat Jenderal (Ditjen), melaksanakan Demantauan untuk mengetahui sengketa dan konflik yang terjadi dalam suatu wilayah tertentu terhadap pengaduan atau pemberitaan pada surat kabar. Pertanahan
  • Kakantah melaporkan hasil pemantauan kepada Kakanwil BPN setiap 4 (empat) bulan sekali dan ditembuskan kepada Menteri ATR/BPN. Apabila hasil pemantauan perlu ditindaklanjuti, Menteri ATR/BPN atau Kakanwil BPN memerintahkan Kakantah untuk melakukan kegiatan penyelesaian sengketa dan konflik.
  1. Laporan merupakan pengaduan masyarakat:
  • Pengaduan disampaikan kepada Kakantah secara tertulis melalui loket pengaduan, kotak surat atau website Kementerian ATR/BPN. Apabila pengaduan disampaikan kepada Kakanwil BPN dan/atau Kementerian ATR/BPN, selanjutnya berkas pengaduan diteruskan kepada Kakantah.
  • Setelah petugas menerima pengaduan, selanjut- nya petugas akan melakukan pengumpulan data.
  • Tahap berikutnya, petugas melakukan analisis. Analisis dilakukan untuk mengetahui pengaduan tersebut merupakan kewenangan Kementerian atau bukan kewenangan Kementerian ATR/BPN. Apabila petugas menemukan bahwa sengketa atau konflik tersebut merupakan kewenangan Kementerian, maka petugas memberikan laporan hasil pengumpulan data dan analisis kepada Kakantah.

Bagaimana penyelesaian sengketa dan konflik yang merupakan kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang?

  1. Kakantah menyampaikan hasil pengumpulan data dan analisis kepada Kakanwil BPN atau Menteri ATR/BPN.
  2. Selanjutnya, Kakanwil BPN atau Menteri ATR/BPN memerintahkan pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani sengketa, konflik dan perkara untuk menindaklanjuti proses penyelesaiannya. Dalam hal terdapat sengketa atau konflik yang perlu ditangani oleh tim, Kakanwil BPN atau Menteri ATR/BPNdapat membentuk tim Penyelesaian Sengketa dan Konflik.
  3. Setelah menerima Laporan Penyelesaian Sengketa dan Konflik, Kakanwil BPN atau Menteri ATR/PN akan menerbitkan:
  • Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah;
  • Keputusan Pembatalan Sertifikat;
  • Keputusan Perubahan Data pada Sertipikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau Daftar Umum lainnya; atau
  • Surat Pemberitahuan bahwa tidak terdapat kesalahan administrasi yang akan dikirim kepada para pihak dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

Bagaimana pelaksanaan keputusan penyelesaian sengketa dan konflik dilakukan?

  1. Kakantah memberitahukan kepada para pihak agar menyerahkan sertifikat hak atas tanah dan/atau pihak Jain yang terkait dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja. Dalam hal jangka waktu berakhir dan para pihak tidak menyerahkan sertifikat, Kakantah melaksanakan pengumuman mengenai pembatalan hak atas tanah, pembatalan sertifikat atau perubahan data, di Kantor Pertanahan dan balai desa/kantor kelurahan setempat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
  2. Dalam hal tanah objek sengketa dan konflik merupakan aset Barang Milik Negara/Daerah dan/atau aset Badan Usaha Milik Negara/Daerah, maka pelaksanaan pembatalan hak atas tanah dan/atau pemberian hak atas tanah dilakukan setelah adanya penghapusan aset/aktiva tetap dari instansi yang bersangkutan.
  3. Keputusan dapat ditunda pelaksanaannya dengan alasan yang sah dan dicatat dalam Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya.

Apakah alasan penundaan pelaksanaan keputusan penyelesaian sengketa dan konflik?

  1. Sertipikat yang akan dibatalkan sedang dalam status diblokir atau disita oleh kepolisian, kejaksaaan, pengadilan dan/atau lembaga penegak hukum lainnya. Penundaan dilakukan sampai dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan pencatatan blokir atau sampai adanya pencabutan blokir dari pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau lembaga penegak hukum lainnya selama tenggang waktu tersebut apabila status blokir tidak ditindaklanjuti dengan penetapan sita dari pengadilan, atau penundaan dilakukan sampai adanya keputusan pencabutan sita dari pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau lembaga penegak hukum lainnya apabila status blokir ditindaklanjuti dengan adanya penetapan sita dari pengadilan.
  2. Tanah yang menjadi obyek pembatalan menjadi obyek hak tanggungan. Kakantah akan memberitahukan kepada pemegang hak tanggungan atau pihak lain yang terkait dengan tanah tersebut mengenai rencana pelaksanaan keputusan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Setelah jangka waktu berakhir, Kakantah akan melanjutkan proses penyelesaian sengketa dan konflik, kecuali ada sita oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau lembaga penegak hukum lainnya dimana proses penyelesaian sengketa dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
  3. Tanah telah dialihkan kepada pihak lain.

Apakah sengketa atau konflik pertanahan yang menjadi kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk ditangani?

  1. Kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan, dan/atau perhitungan luas;
  2. Kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran dan/ atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;
  3. Kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah;
  4. Kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar;
  5. Tumpang tindih hak atau sertifikat hak atas tanah yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan;
  6. Kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data pendaftaran tanah;
  7. Kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertifikat pengganti;
  8. Kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan;
  9. Kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin;
  10. Penyalahgunaan pemanfaatan ruang;
  11. Kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang- undangan.

Apakah yang bisa dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk penyelesaian sengketa atau konflik yang bukan merupakan kewenangannya?

Untuk sengketa atau konflik yang bukan merupakan kewenangannya maka pejabat Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang bertanggungjawab dalam menangani sengketa, konflik menyampaikan penjelasan secara tertulis kepada pihak pengadu yang memuat pernyataan bahwa penyelesaian sengketa dan konflik diserahkan kepada pihak pengadu. Akan tetap, Kementerian Agraria dan Tata Ruang dapat mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa atau konflik melalui jalur mediasi.

Penyelesaian melalui jalur mediasi dapat ditempuh apabila para pihak sepakat melakukan perundingan dengan prinsip musyawarah untuk mufakat bagi kebaikan semua pihak. Jika salah satu pihak saja menolak, maka penyelesaiannya diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan. Teknisnya, mediasi dilakukan paling lama 30 hari dimana untuk mediatornya berasal dari kementerian, Kantor Wilayah BPN atau Kantor Pertanahan.

Dalam hal mediasi ditemukan kesepakatan, maka selanjutnya dibuat perjanjian perdamaian berdasarkan berita acara mediasi yang mengikat para pihak. Setelah itu, perjanjian perdamaian itu didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat untuk memperolah kekuatan hukum merigikat. Yang perlu dicatat, mediasi dianggap batal apabila setelah diundang tiga kali secara patut, para pihak atau salah satu pihak yang berselisih tidak hadir. Sehingga, para pihak dipersilahkan menyelesaikan sengketa atau konflik dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Bagaimana proses penyelesaian/penanganan perkara pertanahan?

Penanganan perkara pertanahan dilaksanakan dalam rangka berperkara dalam proses peradilan perdata atau Tata Usaha Negara, dimana Kementerian Agraria dan Tata Tuang sebagai pihak dan dilakukan menurut hukum acara yang Dalam hal para pihak sepakat untuk perkara yang telah terdaftar pada pengadilan dengan cara damai, maka penyelesaian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal Kementerian ATR/BPN sebagai pihak, maka perdamaian dapat dilakukan apabila:

  1. Tidak menyangkut Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah;
  2. Tidak merugikan kepentingan Kementerian ATR/BPN;
  3. Disetujui oleh pihak-pihak yang berperkara; dan/atau
  4. Tidak terdapat masalah atau perkara lain berkenaan dengan subyek dan obyek yang sama.

Dalam hal perkara di pengadilan tidak melibatkan Kementerian sebagai pihak namun perkaranya menyangkut kepentingan Kementerian ATR/BPN, maka Kementerian ATR/BPN dapat melakukan intervensi. Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang berkaitan dengan penerbitan, peralihan, pembatalan hak atas tanah dan/atau pembatalan penetapan tanah terlantar dilaksanakan berdasarkan permohonan pihak yang berkepentingan (penggugat, tergugat, atau pihak lain yang terlibat dalam Perkara) melalui Kantor Pertanahan setempat. Dalam hal permohonan pembatalan penetapan tanah terlantar, langsung diajukan kepada Kementerian.

Setelah menerima hasil analisis putusan pengadilan, Kakanwil BPN atau Menteri ATR/BPN memerintahkan pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani sengketa, konflik dan perkara untuk melakukan:

  1. Pengkajian dan pemeriksaan lapangan;
  2. Paparan (apabila diperlukan); dan
  3. Menyusun dan menyampaikan Laporan Penyelesaian Perkara.

Dalam hal pelaksanaan putusan pengadilan, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan kewenangan pembatalan. Kewenangan pembatalan dilakukan oleh:

  1. Kakantah, dalam hal keputusan konversi/ penegasan/ pengakuan, pemberian hak, pembatalan hak yang diterbitkan oleh Kakantah;
  2. Kakanwil BPN, dalam hal keputusan konversi/ penegasan/ pengakuan, pemberian hak, pembatalan hak yang diterbitkan oleh Kakanwil BPN;
  3. Menteri ATR/BPN dalam hal keputusan pemberian hak, keputusan pembatalan hak, keputusan penetapan tanah terlantar yang diterbitkan oleh Menteri ATR/ BPN.

Dalam hal tanah objek putusan pengadilan merupakan aset Barang Milik Negara/Daerah dan/atau aset Badan Usaha Milik Negara/Daerah, pelaksanaan pembatalan hak atas tanahnya dilakukan tanpa menunggu proses penghapusan aset/aktiva tetap dari instansi yang bersangkutan. Pemberian hak atas tanah dapat dilakukan setelah adanya penghapusan aset/aktiva tetap dari instansi yang bersangkutan.

Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap wajib dilaksanakan kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya, antara lain:

  1. Terhadap obyek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan, maka pelaksanaan pembatalan hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
  2. Terhadap obyek putusan sedang dalam status diblokir atau sita oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau lembaga penegak hukum lainnya, maka pelaksanaan pembatalan hanya dapat dilakukan setelah adanya pencabutan sita dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau lembaga penegak hukum lainnya.
  3. Alasan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang perundang-undangan.